"Menjadi Lawanmu, berarti berpikir seolah tubuhmu menjadi tubuh lawan. Kalau kamu amati, orang cenderung berfikir bahwa seseorang yang melakukan perampokan dan berhasil menyembunyikan diri atau menghilang sebagai lawan yang kuat. Padahal ia sebenarnya berpikir bahwa seluruh dunia memusuhinya dan tak ada jalan untuk melarikan diri" demikian kata Musashi. Karena itu milikilah keyakinan teguh bahwa kau akan mengalahkannya, lanjutnya.
Pesan yang jelas, baik dalam menghadapi lawan, maupun menghadapi audience yang perlu "dikalahkan" perhatiannya. Sebagai fasilitator atau trainer, seringkali kita harus berhadapan dengan audience yang status kedudukan dan pendidikan formalnya di atas kita. Wajar kalau ada grogy, tapi dengan kesadran bahwa mereka datang ke forum memang didorong oleh suatu kebutuhan, dan kita bisa memfasilitasinya, maka kita selayaknya percaya diri.
Contoh mudahnya adalah pelatih tenis, umumnya pemuda biasa yang bekerja di klub, sedng yang dilatih adalah para manajer menengah ke atas. Dia tidak canggung, karena yakin meskipun orang-orang itu tinggi jabatan dan pendidikannya, nyatanya butuh petunjuknya dalam bermain tenis. Tentu contoh lain adalah caddy lapangan golf, yang tak jarang juga mengajari bos yang didampinginya, tapi....(silahkan pahami pikiran nya).
Sering kita berasumsi bahwa atasan, manajer, direktur, pemimpin kita adalah orang yang serba tahu, kuat, stabil jiwanya, berani, mumpuni. Pendidikan dan frame masyarakat mengajarkan demikian. Tapi nyatanya, pemimpin juga manusia. Seperti kita sebagai pemimpin lingkungan sendiri punya kekuatiran, tidak serba bisa. Atasan dan pemimpin kita juga begitu. Bayangkan diri kita di posisi dia. Apa yang dikuatirkan, yang terasa sebagai kelemahan. Lalu sampaikan usulan, jangan cuma menunggu. Hanya caranya mesti hati-hati, karena namanya atasan biasanya "ja-im" (jaga image). Ini bisa diatasi pakai teknik bertanya, "what if", bagaimana kalau...? Kalau kita berhasil disini, ini artinya kita yang didukung pimpinan.
Pada situasi lain, memahami lawan ini juga bisa diartikan sebagai "memahami lawan bicara." Betapa sering komunikasi tidak berjalan, karena kedua pihak tidak berusaha menempatkan diri pada sisi lawan bicaranya. Tak ada empathy. Masing-masing ingin berlomba menyatakan pendapat dan unek-uneknya, tanpa upaya mendengar. Ini fenomena umum di masyarakat, di sekitar, dan di antara kita sendiri, terutama saya. Pahamilah lawan, demikian pesan tersirat Musashi (Risfan Munir, Siantar - Tebingtinggi)
SOAR Merespons Banjir Jabotabek
4 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar