Kisah sukses ekonomi atau industrialisasi Jepang selalu dikaitkan dengan budaya bangsa itu, dimana spirit samurai menjadi salah satu kekuatannya.
Oleh karena itu akan bermanfaat sekali untuk mempelajari spirit samurai itu. Dan, salah satu sumber dan simbol etos samurai adalah Miyamoto Musashi. Dialah pendekar samurai tiada tara yang menulis buku The Book of Five Rings (Go Rin No Sho). Ini adalah hasil renungan atau kontemplasinya setelah menjadi samurai tak terkalahkan.
Buku ini oleh Musashi dibagi dalam 5 Bab, yang disebut: Kitab Bumi, Kitab Bumi, Kitab Air, Kitab Api, Kitab Angin, Kitab Kehampaan.
Musashi memberikan penjelasan singkat pemilihan judul itu: BUMI, simbol pandangan dasarnya tentang seni bela diri; AIR, terkait gayanya yang dilandasi sifat mengalir dan kejernihan; API, atau peperangan, dikaitkan dengan energi dan kemampuannya berubah; ANGIN, terkait pengamatan atau kritiknya atas atas macam-macam gaya dari perguruan lain; KEHAMPAAN, ini bagian yang sangat filosofis, bahwa ujung kesempurnaan adalah kehampaan jua.
Meski media buku ini adalah panduan teknik samurai, tapi intinya adalah tentang "permainan pikiran" juga. Bagi Musashi, seni bela diri adalah sebuah pendekatan (psikologi) pada Jalan (disiplin, destiny).
Ada beberapa prinsip yang menjadi benang merah kelima Bab, yaitu: Pentingnya timing, yang mesti selalu diserasikan dengan ritme lawan dan situasinya. Pengetahuan yang menyeluruh atas diri sendiri dan lawan, mirip analisis SWOT. Pentingnya permainnan "persepsi", agar betul-betul bertindak berdasar fakta, bukan persepsi, dugaan, agar tak mudah diprovokasi, dan dikelabuhi. Berikutnya, pentingnya mengendalikan "pikiran lawan", dengan tipuan, pengecohan, gertak, provokasi dan taktik lainnya. Akhirnya ialah pentingnya praktek, praktek dan praktek, kalau mau mahir. Ukuran keberhasilan belajar bukan lulus ujian oleh guru, tetapi keberhasilan menaklukkan lawan.
Membaca buku ini tentu tidak untuk belajar samurai, karena kalau mau belajar seni bela diri apapun ya lebih praktis ikut kursus. Sekali lagi untuk menggali spirit samurai yang katanya mampu memompakan etos maju bangsa Jepang.
Pada Kitab Bumi, Musashi menganalogikan belajar samurai seperti kerja tukang kayu yang harus menguasai aneka alat (gergaji, palu, penyerut, dst), menguasai banyak teknik (memotong, menyambung, meluruskan), serta memilih kayu yang tepat untuk pilar, palang, kusen, pintu, dst. Di sampir mahir secara pribadi juga mahir memimpin pasukan dalam pertempuran. Ini juga seperti tukang kayu yang harus mampu memilih tukang, mengorganisir dan disiplin mengikuti blue-print.
Pada Kitab Air dia meggaris-bawahi pentingnya mengikuti watak air yang "jernih dan fleksibel." Jernih menilai lawan, tak tertipu oleh persepsinya sendiri. Dan, fleksibel atau lentur. "Tanaman yang hidup fleksibel, tanaman kaku adalah tanaman mati."
Kitab Api, membahas aspek taktik duel dan strategi pertempuran. Di antaranya ada dua strategi yang menarik bagi saya. Pertama, taktik meminjam tenaga lawan. Seorang samurai tua bisa menghadapi lawan yang muda, dengan taktik gerak tipuan untuk membuat lawan bertindak sia-sia, sibuk kelelahan. Kedua, strategi "menyeberang sungai", saat kita menjalankan rencana, kadang tak terhindarkan harus menentang arus desar. Pada titik itu tak ada pilihan kecuali kerja keras mendayung untuk sampai ke seberang.
Kitab Angin, dalam kitab ini Musashi banyak membandingkan do-jo (perguruan)nya dengan do-jo lain yang dia kritik sebagai mengembangkan seni akrobat, kembangan, daripada seni pedang sesungguhnya yang tujuannya semata mengalahkan lawan.
Musashi juga mengajarkan agar taktik dan serangan yang dilakukan "tidak terbaca". Karena sering melakukan serangan "di luar pakem",atau yang konvensional" tujuannya agar lawan tak bisa menebak, atau bisa diprovokasi. Contohnya, saat duel dengan musuh bebuyutannya Sasaki Kojiro, di perahu menuju pantai tempat duel, dia buat pedang kayu dari dayung cadanga. Datangnya pun terlambat , ini pantangan bagi disiplin samurai. Akibatnya Kojiro heran dan tersinggung emosional. Disitu dia terpecah pikirannya dan Musashi pegang kendali dan menang.
Kitab Kehampaan, ini bab paling tipis. Sesuai dengan judulnya, isinya sangat filosofis. Mengingatkan kita untuk melihat "fakta sesungguhnya", atau hakikat. Karena kita umumnya terbiasa melihat "label" daripada "realita obyektifnya". Kalau disebut kata "laut", seketika terbayang "luas dan biru."
Dalam duel, dalam pengambilan keputusan, subyektivitas, persepsi dini, juga prejudice, stereotyping, bisa mengecoh diri sendiri. Apalagi kalau lawan tahu pikiran, bias dan preferensi kita, mereka bisa sengaja mengecoh kita. Maka Musashi menyarankan "kosongkan pikiran", hadapi lawan (realita) apa adanya, bebaskan dari asumsi, praduga. Pahami realita apa adanya.
Ini sulit, tapi alangkah indahnya kalau kita bisa selalu berfikiran "jernih", tak dikacaukan, dipusingkan dan dibikin rancu oleh persepsi dan preferensi, judgement tertentu, yang seringkali tanpa fakta obyektif.
Apalagi di era informasi ini, tiap hari kita dicekoki oleh berita tivi, koran, gosip yang lebih banyak "opini"nya dari pada faktanya.
"Bersihkan pikiran dari bias dan ego, bebaskan pandangan dari mode, tekanan teman, pra-konsep, maka Anda akan melihat (fakta atau) kebenaran sejati."
Membaca Book of Five Rings (Go Rin No Sho) ini saya merasa bisa belajar dari Bab terakhir, yang mengajari "kehampaan" lalu back-to-basic ke Kitab Bumi. Atau mulai dari depan, dari dasar ke yang lanjut.
Meskipun ini kitab kuno, tapi ternyata mengikuti urutan sistematis sebagaimana kita menyusun modul. Dengan urutan OPAKK - orientasi, pengembangan materi, aplikasi, konfirmasi, dan konsolidasi.
(Risfan Munir, Jogja-Jakarta, April 2009)
Risfan Munir, peminat spirit samurai untuk meningkatkan etos kerja. Bekerja sebagai konsultan manajemen dan perencanaan kota/daerah. Penulis buku "Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif". Alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB). Blog http://ecoplano.blogspot.com dan email: risfano@gmail.com.
SOAR Merespons Banjir Jabotabek
4 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar